Banyak pendapat ahli bermunculan, dari ahli agama sampai ahli pendidikan dan perkembangan anak menanggapi masalah peredaran pornografi dan video porno di Indonesia. Sesuatu yang bukan konsumsi publik menjadi terbuka segamblangnya di media internet yang saat ini sudah merambah ke desa-desa. Belum lagi kekhawatiran sebagian orang tua tentang anaknya yang juga bisa menikmati tontonan tak layak usia anak ini. Semua karena akses internet saat ini begitu mudah.
Sebagai seorang psikiater saya lebih menyoroti tentang beberapa istilah yang dipakai di ruang publilk oleh para ahli. Ada istilah yang kemudian muncul yaitu Scopophilia. Istilah ini sebenarnya jarang digunakan di dalam ranah ilmu kedokteran jiwa. Di dalam manual diagnostik gangguan jiwa terbitan The American Psychiatric Association istilah Voyeurism adalah istilah yang sama dengan Scopophilia.
Apa itu Scopophilia? Dan bagaimana video porno dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang? Berikut penjelasannya:
Voyeurisme atau Scopophilia, Apakah Kita Termasuk Di Dalamnya?
Dalam buku teks Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition (2007) disebutkan bahwa Voyeurism atau juga dikenal Scopophilia adalah seseorang yang mempunyai preokupasi (kecenderungan sikap) yang terus menerus secara fantasi maupun tindakan untuk mengamati (observing) orang-orang yang telanjang atau sedang melakukan aktifitas seks. Dalam konteks ini terlihat bahwa ada proses mengamati dan bukan ikut aktif di dalam kegiatan seks tersebut.
Dahulu semasa kuliah saya ingat betul ada seorang dosen mengatakan bahwa Voyuerism berasal dari kata Perancis, Voyeur, yang mana istilah ini merujuk pada suatu kegiatan “mengintip”, “memata-matai (spying)” suatu kegiatan seksual, membuka baju atau senang mengamati orang telanjang. Jadi hal ini dilakukan diam-diam tanpa sepengetahuan dari objek yang dilihatnya. Kondisi ini biasanya didiagnosis setelah berlangsung sekurangnya 6 bulan. Tentang apa yang dilakukan oleh pelaku dalam video panas mirip artis ini sampai saat ini saya belum dapat menemukan kriteria diagnosis yang pas. Namun yang saya amati adalah bahwa tanpa disadari, kita sendiri menjadi penasaran dan terus mencari video panas ini, tujuannya untuk melihat apakah benar apa yang diberitakan media. Tanpa disadari kita juga mulai melakukan kegiatan yang sekiranya mirip dengan diagnosis gangguan jiwa voyeurism, mengamati orang lain bersenggama dan bahkan (mungkin) asyik menikmatinya.
Kita tanpa sadar menuduh orang lain dengan segala macam bentuk gangguan kejiwaan tanpa sadar bahwa kita sendiri melakukan perbuatan yang mengarah ke suatu diagnosis gangguan kejiwaan. Semoga kondisi ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.
Sumber : www.klikdokter.com
ConversionConversion EmoticonEmoticon